Rabu, 28 Mei 2025

Kabid Humas: 6 Anggota Polres HST Diproses Hukum, Info yang Beredar Adalah Miskomunikasi, Kapolda Kalsel Tegaskan Tidak Ada Toleransi

Kabid Humas Polda Kalimantan Selatan Kombes Pol Adam Erwindi, S.I.K., M.H. telah mengonfirmasi kepada Kapolres Hulu Sungai Tengah (HST) bahwa enam anggota Polres HST yang terlibat pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan narkoba telah diproses hukum. Hal itu disampaikan Kabid Humas pada Rabu (28/5/2025) di Banjarbaru.


Selain itu, sebagai bentuk pendisiplinan, anggota tersebut juga diberikan hukuman tambahan berupa pembinaan spiritual, termasuk pelaksanaan shalat 5 waktu yang merupakan terobosan dari Kapolres HST.


Kapolda Kalsel Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan, S.I.K., S.H., M.H. menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi anggota yang melanggar hukum, terlebih jika terkait penyalahgunaan narkoba. "Ini menjadi peringatan keras bagi seluruh personel agar selalu menjaga integritas dan ketaatan terhadap hukum," tegas Kapolda.


"Dengan penindakan tegas kepada anggota yang melakukan pelanggaran membuktikan bahwa Polri Polda Kalsel pada umumnya tidak pandang bulu dalam proses hukum, karena masih banyak anggota yang berprestasi dan melakukan kebaikan bagi masyarakat," tambahnya.


Pernyataan ini disampaikan untuk mencegah kesalahpahaman masyarakat terkait beredarnya informasi adanya 6 anggota Polres HST melakukan pelanggaran penyalahgunaan narkoba yang dihukum shalat saja. Kabid Humas juga memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan dan sesuai aturan.


"Masyarakat diharapkan tidak salah tanggap. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas tanpa pandang bulu, termasuk bagi oknum kepolisian," pungkasnya.  


Langkah ini diambil sebagai upaya memulihkan kepercayaan publik serta menjaga citra institusi Polri yang profesional dan berintegritas.

Jumat, 23 Mei 2025

Kasus Mama Khas Banjar Jadi Pelajaran Eksistensi UU Perlindungan Konsumen

 


Banjarmasin, Kumparan online - Kasus Toko Mama Khas Banjar menjadi pelajaran penting, terkait eksistensi keberadaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 


Hal ini terungkap pada Program "Mozaik Indonesia" yang disiarkan oleh RRI Pro 1 Banjarmasin mengangkat tema krusial mengenai eksistensi Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Kalimantan Selatan, yang menghadirkan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Intan Kalsel, Dr. Fauzan Ramon dan Pengawasan Barang Beredar Dinas Perdagangan Kalimantan Selatan, Lukman Simanjuntak. 


Acara ini juga dilaksanakan dengan kerjasama Klinik Hukum DF sebagai bagian dari upaya bersama memperkuat edukasi hukum bagi masyarakatmasyarakat, khususnya dibidang perlindungan konsumen. 


Diskusi tersebut menyoroti peran penting Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang memberikan jaminan hukum dan keadilan bagi konsumen terhadap produk dan layanan yang mereka konsumsi. 

Kasus viral "Toko Mama Khas Banjar" yang diduga menjual produk makanan tanpa mencantumkan tanggal kedaluwarsa dan memunculkan aroma tidak sedap, menjadi sorotan utama sebagai contoh konkret lemahnya kontrol mutu serta pentingnya edukasi perlindungan konsumen. 


"Undang - undang Perlindungan Konsumen ini sudah berusia 26 tahun dan belum pernah di revisi. Namun subtansi nya tetap kuat dan relevan" ucap Dr. Fauzan Ramon


Ia juga mengkritisi keras intervensi politis dalam penegakkan hukum terkait kasus tersebut, termasuk kehadiran menteri yang dinilainya "Tidak Pada Tempatnya" dalam proses peradilan. 


Sementara itu Lukman menjelaskan bahwa Dinas Perdagangan secara rutin melakukan edukasi dan pengawasan terhadap barang beredar, meskipun fokus utama saat ini masih terbatas pada sektor-sektor tertentu seperti elektronik, pakaian, dan bahan bangunan. 


"Untuk produk makanan kami biasanya intens saat mendekati Hari Besar Keagamaan Nasional" ucapnya. 


Lukman juga menegaskan pentingnya menjadi konsumen menjadi cerdas dan teliti terutama dalam membaca label, tanggal kadaluwarsa, dan komposisi produk. 


"Konsumen harus tau hak dan kewajibannya, sementara pelaku usaha wajib jujur dan memenuhi standar yang berlakuberlaku," ujarnya

Dalam sesi interaktif, pendengar turut menyampaikan pertanyaan terkait perlindungan hukum terkait merk dagang dan tanggung jawab penjual barang kadaluwarsa di ritel. 


Para narasumber menyampaikan bahwa pelaku usaha dapat mendaftarkan ke kemenkumham agar tidak di salah gunakan dan ritel bertanggung jawab jika tetap menjual produk yang sudah tidak layak konsumsi. 


Diskusi ditutup dengan penegasan bahwa semua pihak, baik konsumen maupun pelaku usaha, wajib menaati aturan hukum, "Jika merasa di rugikan, Konsumen punya jalur hukum termasuk melalui BPSK secara gratis, penegakkan hukum jangan di intervensi"Tegas Dr. Fauzan


Program ini diharapkan mampu menjadi sarana edukasi bagi masyarakat agar lebih sadar hukum, cerdas dalam bertransaksi dan turut menciptakan iklim usaha yang adil dan bertanggung jawab di kalsel. 


Koalisi Masyarakat Pemerhati Minta Polri Segera Tuntaskan Kasus Payment Gateway


 Kasus yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 32,09 miliar ini telah mangkrak 10 tahun. Polri diminta segera melimpahkan berkas perkara Denny Indrayana.


“Pihak kepolisian harus memprioritaskan penanganan kasus korupsi dan membawa tersangka ke pengadilan,” ujar perwakilan Koalisi Masyarakat Pemerhati Hukum Indonesia, Aziz Zizau, Kamis (22/5/2025).


Selain itu, dia meminta pihak kepolisian meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus korupsi tersebut. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk menjaga marwah institusi kepolisian.


"Pihak kepolisian harus memastikan bahwa penanganan kasus korupsi Payment Gateway saudara Denny Indrayana tidak dipengaruhi oleh tekanan pihak mana pun,” imbuh dia.


Sebelumnya, praktisi hukum yang juga eks Hakim di Pengadilan Negeri Irwan Yunas menyebut, status tersangka yang sudah disandang Denny sejak 2015 ini, bisa menyanderanya.


Apalagi, dia beberapa kali mencoba terjun ke dunia politik. Misalnya, saat mencalonkan diri menjadi Gubernur Kalimantan Selatan, juga sebagai Anggota DPR RI.


Sekalipun berhasil, kata dia, Denny bisa digagalkan oleh kasus hukumnya yang belum berkekuatan hukum tetap atau SP3.


"Dan yang menuntaskan pekerjaan ini adalah Jaksa Agung dengan perintah ke bawahannya atau bisa jadi Presiden Prabowo perintahkan Jaksa Agung,” tegas dia, Sabtu (2/11/2024).



Untuk diketahui, kasus payment gateway Kemenkumham kembali mencuat ketika Denny Indrayana menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025 lalu.


Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, sang pelapor dugaan korupsi ini sempat mengeluhkan perkembangan kasus yang jalan di tempat, tapi hingga sekarang belum juga ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara ini.


Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp 32,09 miliar.Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu. Denny Indrayana sendiri telah ditetapkan tersangka oleh Polri dalam kasus dugaan korupsi payment gateway pada tahun 2015.



Kejaksaan Agung sudah buka suara soal kasus dugaan korupsi payment gateway. Kasus yang mangkrak sejak tahun 2015 itu, disebut masih mentok di tim penyidik pada Bareskrim Polri.


“Saya belum dapat info menghentikan (kasus payment gateway)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana pada Selasa (13/6/2023).



Selasa, 20 Mei 2025

Jaksa Tuntut Bebas UMKM Nakal, Fauzan Sebut Konsumen Dikorbankan


 Tuntutan bebas atau onslag yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pada sidang lanjutan kasus pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap pemilik usaha “Mama Khas Banjar” di Pengadilan Negeri Banjarbaru, pada Senin (19/5/2025) menuai sorotan tajam.


BANJARMASIN - Pasalnya, langkah jaksa tersebut dianggap tidak hanya mencederai keadilan, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia.


Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Intan (YLKI) Kalimantan Selatan, Dr Fauzan Ramon SH MH, menilai keputusan jaksa sangat janggal dan patut dipertanyakan.


Apalagi menurut Fauzan yang berpengalaman di bidang hukum perlindungan konsumen dan masih menjabat sebagai anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Banjarmasin, tuntutan jaksa tersebut berpotensi mengorbankan konsumen.


“Ini bukan hanya soal satu kasus. Kalau jaksa menuntut bebas padahal unsur pidananya terbukti, apa bedanya dengan membuka jalan impunitas bagi pengusaha nakal?” ujar Fauzan kepada media, Selasa (20/5/2025)


*Onslag Bukan Wewenang Jaksa*


Fauzan yang juga Dosen Hukum Pidana dan Peradilan Pidana di Sekolah Tinggi Hukum Sultan Adam (STIHSA) Banjarmasin ini menggarisbawahi bahwa tuntutan onslaag bukanlah kewenangan jaksa.


Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), putusan onslaag adalah hak prerogatif majelis hakim — bukan jaksa penuntut umum.


“Jaksa seharusnya menuntut berdasarkan hasil penyidikan. Jika ada perubahan arah tuntutan, mestinya dikonsultasikan kembali ke penyidik, bukan diubah secara sepihak di ruang sidang,” tegasnya.


Fauzan menyayangkan sikap JPU yang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang.


Jika hakim memutuskan onslaag, maka akan tercipta yurisprudensi yang bisa digunakan oleh pelaku usaha nakal lainnya sebagai dalih bebas dari jerat hukum.


*Intervensi Emosional dalam Persidangan*


Sidang perkara ini menjadi lebih panas saat Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, hadir langsung di ruang sidang sebagai amicus curiae.


Namun kehadirannya justru menuai kritik keras, terutama ketika sang menteri menangis dan memohon langsung kepada hakim agar terdakwa dibebaskan.


“Apa yang dilakukan Pak Menteri itu bentuk intervensi. Tangisan tidak bisa menggantikan proses hukum. Ini pengadilan, bukan panggung drama,” kritik Fauzan tajam pengacara senior yang disebut sebagai "Hotman Paris"nya Kalimantan Selatan ini.


Ia menyebut sikap “cengeng” Menteri Maman tidak mencerminkan keberpihakan yang adil terhadap UMKM secara keseluruhan.


Menurut Ketua Ikatan Alumni (IKA) Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ini, membela satu pelaku usaha yang terbukti lalai terhadap hak konsumen bukanlah bentuk keberpihakan yang sehat.


“UMKM itu harus dibina, benar. Tapi kalau sudah terbukti melanggar, apalagi tidak mencantumkan label kedaluwarsa, ya harus diproses hukum. Kalau tidak, konsumen yang jadi korban,” ujar Fauzan.


*Skala Usaha Tak Bisa Dijadikan Dalih*


Lebih jauh, Fauzan menjelaskan bahwa “Mama Khas Banjar” bukan lagi usaha kecil biasa.


Usaha kuliner ini telah berekspansi dengan membuka cabang di Banjarmasin, dan Banjarbaru, serta sedang dalam proses membuka outlet di Samarinda.


Dengan skala usaha seperti ini, menurutnya, tanggung jawab terhadap standar keamanan produk semakin besar.

“Kalau sudah ekspansi antar daerah, masa soal label expired saja tidak becus? Itu kelalaian yang tak bisa ditoleransi,” imbuhnya.


*Hukum Tak Boleh Tunduk pada Tekanan*


Fauzan yang dikenal sangat vokal ini mengingatkan, jika hakim pada akhirnya mengikuti arus intervensi dan tekanan emosional, maka publik akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi peradilan.


Ia mendorong Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dan Kejaksaan Agung untuk segera melakukan evaluasi terhadap JPU dalam kasus ini.


“Kita harus jaga marwah hukum. Jangan sampai jaksa atau hakim tunduk pada tekanan politik atau simpati emosional. Kalau hukum bisa dibeli dengan air mata, bagaimana nasib keadilan ke depan?” pungkasnya.


Kini publik menunggu, akankah hakim tetap berdiri tegak di atas fakta hukum, atau memilih menyerah pada intervensi demi kepentingan sesaat?

Dikhawatirkan Menjadi Preseden Buruk, YLK Curigai Ada Intervensi

 

BANJARMASIN – Tuntutan bebas (onslag) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menjerat pemilik usaha Mama Khas Banjar menuai kritik.


Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Intan Kalimantan Selatan, Fauzan Ramon menilai tuntutan terlepas dari pidana itu berpotensi mencederai penegakan hukum dan membuka celah impunitas atau pembebasan dari hukuman bagi pengusaha nakal di masa depan.


Pemilik usaha kuliner tersebut dijerat Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena memproduksi dan memperdagangkan produk yang diduga tidak sesuai standar, salah satunya dengan tidak mencantumkan label kedaluwarsa.


Namun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Banjarbaru, jaksa justru mengajukan tuntutan onslag. Tuntutan ini tidak sejalan dengan hasil penyidikan Polda Kalsel.


"Kalau pasal yang dikenakan sudah tepat dari kepolisian, kenapa jaksa mengubah arah tuntutan? Seharusnya kalau ingin mengubah dakwaan, dikembalikan dulu ke penyidik. Bukan diubah sepihak," ujar Fauzan Selasa (20/5).


Sidang kasus tersebut kian menghangat ketika Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman hadir dalam persidangan sebagai amicus curiae (sahabat pengadilan) dan menyatakan dukungan kepada terdakwa Firly Norachim.


Bahkan sang menteri sampai menangis di depan hakim dan meminta agar pelaku dibebaskan.


"Ini bentuk intervensi. Yang punya hak meminta bebas adalah terdakwa atau kuasa hukumnya, bukan menteri. Kalau jaksa menuntut bebas, dasarnya apa? Padahal unsur Pasal 8 dan 62 sudah terbukti," tambah Fauzan.


Menurutnya, tuntutan bebas ini bisa menjadi preseden buruk. Jika hakim memutuskan onslag pada sidang vonis nanti, maka akan menunjukkan lemahnya komitmen penegakan hukum perlindungan konsumen di Banua.


"Kalau ini dibiarkan, bagaimana nasib penegakan hukum ke depan? Pelaku usaha lain bisa merasa bebas berbuat curang. Ini bukan soal besar kecilnya usaha, tapi soal kepastian dan keadilan hukum," tegasnya.


Pihaknya juga mendorong Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kejaksaan Agung untuk mengevaluasi jaksa penuntut. Apakah ada tekanan atau intervensi, atau memang terjadi pergeseran arah penegakan hukum yang lebih "lunak".


"Publik kini menunggu, apakah hakim tetap berpijak pada fakta hukum atau ikut arus intervensi yang mulai tercium," pungkas Fauzan.

Senin, 19 Mei 2025

5 Fakta Tabrakan KA Malioboro, 7 orang tewas

 

Sebanyak empat orang tewas akibat tabrakan Kereta Api (KA) Malioboro Ekspres dengan pengendara motor di Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Senin (19/5/2025).


Saat kejadian para korban hendak melewati perlintasan kereta dalam kondisi palang terbuka.


Diduga ada kesalahan prosedur yang dilakukan penjaga palang pintu.


Polres Magetan masih menyelidiki penyebab kecelakaan dibantu Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dan PT KAI.


Tak ada korban jiwa maupun luka dari penumpang KA Malioboro Ekspres.


Namun, keberangkatan KA Malioboro Ekspres sempat tertunda 35 menit lantaran ada rangkaian kereta yang rusak.


Berikut 5 fakta kecelakaan KA Malioboro Ekspres di Magetan:


1. Hasil Olah TKP


Kapolres Magetan, AKBP Raden Erik Bangun Prakasa, menyatakan jajarannya melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengungkap kronologi kecelakaan.


Para korban meninggal maupun luka-luka telah dievakuasi ke RSUD Dr Sayidiman Magetan dan Rumah Sakit Lanud Iswahjudi.


Hasil penyelidikan sementara, palang pintu tertutup saat KA Matarmaja melintas dari arah Madiun menuju Yogyakarta.


Petugas membuka palang pintu setelah KA Matarmaja melintas.


“Kemudian oleh petugas perlintasan sesaat setelah KA Matarmaja lewat, palang pintu terbuka lalu pengendara yang menunggu tengah langsung melintas,” tuturnya, dikutip dari Surya.co.id.


Sebanyak tujuh pengendara motor tertabrak KA Malioboro Ekspres saat melintasi jalur kereta api.


“Ternyata ada kereta api lagi yang melintas lagi yaitu Malioboro Ekspres, dari arah Yogyakarta menuju ke Madiun, sehingga terjadilah kecelakaan,” tukasnya.


2. Identitas Korban 


Kepala IGD RSUD Dr Sayidiman Magetan, Pujo Catur Priyono, menyatakan ada empat korban meninggal serta lima luka-luka akibat kecelakaan KA Malioboro Ekspres.


Identitas korban meninggal yakni Totok Herwanto (52), Hariyono (54), Rama Zainul Fatkhur Rahman (23), serta Resyka Nadya Maharani Putri (23).


Sedangkan korban luka-luka yaitu Ananda Duta Pratama (22), Rifkiy Hermawan (23), Oni Handoko (35), Wendy Ardhya Novita Sari (35) dan Serta ⁠Fianda Septi.


3. Salah Satu Korban Meninggal ASN


Kepala Dinas Kominfo Magetan, Cahaya Wijaya, menerangkan Totok Hermanto yang menjadi salah satu korban tabrakan KA Malioboro Ekspres merupakan ASN Kominfo Magetan.


Totok menjabat sebagai Kepala Sub Bagian dan Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.


“Korban sehari hari berdinas di Pemerintahan Kecamatan Barat,” tukasnya.


Ia mewakili Kominfo Magetan mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Totok.


“Semoga Allah menerima amal ibadah para korban yang meninggal dunia. Serta diberikan di tempat yang terbaik di sisiNya. Keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” tandasnya.


4. Penjaga Palang Diamankan

Polres Magetan mengamankan penjaga palang pintu diduga melakukan kelalaian sehingga KA Malioboro Ekspres menabrak 7 pengendara sepeda motor.


Direktur Jenderal Perkeretaapian, Allan Tandiono, menerangkan ada miskomunikasi yang dilakukan petugas penjaga perlintasan.


“Diduga terjadi kesalahan prosedur dalam pengoperasian pintu perlintasan oleh petugas penjaga,” jelasnya.


5. Kata Saksi Mata

Seorang penjual makanan yang menjadi saksi kecelakaan, Depi, menjelaskan KA melintas dari arah Madiun, Jawa Timur.


“Posisi palang pintu kereta dibuka,” ungkapnya, Senin, dikutip dari Surya.co.id.


Menurutnya, para pengendara sepeda motor tak dapat menghindari tabrakan lantaran KA datang secara tiba-tiba.


“Banyak kendaraan sepeda motor terpental, beterbangan saat tabrakan itu. Jarak saya tidak jauh dari rel kereta api,” lanjutnya.


Saksi lain, Sudarti, mengaku mendengar suara tabrakan KA dengan sepeda motor.


“Palang pintu ditutup, kereta dari timur ke barat datang. Setelah itu palang pintu dibuka, kereta dari barat ke timur terjadi kecelakaan."


"Saya mendengar suara keras, tetapi saya tidak melihat, karena saya sedang bekerja,” imbuhnya.

Tindakan Tegas Satgas Ops Damai Cartenz Terhadap Oknum Anggota Polri Penjual Amunisi di Papua Pegunungan

 

Jayapura – Satgas Gakkum Operasi Damai Cartenz 2025 kembali mengungkap kasus peredaran amunisi ilegal yang melibatkan oknum aparat. Seorang oknum anggota Polri berinisial Bripda LO, yang bertugas di wilayah Lanny Jaya, ditangkap setelah terbukti menjual puluhan butir amunisi kepada warga sipil berinisial PW, yang diketahui terafiliasi dengan jaringan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Lenggenus pimpinan Komari Murib.


“Ini adalah bentuk komitmen kami dalam menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam suplai senjata dan amunisi kepada KKB, termasuk bila pelakunya adalah oknum anggota Polri sendiri. Tidak ada ruang bagi pengkhianat institusi,” tegas Kaops Damai Cartenz 2025, Brigjen Pol Dr. Faizal Ramadhani, S.Sos., S.I.K., M.H. didampingi Wakaops Damai Cartenz 2025 Kombes. Pol. Adarma Sinaga, S.I.K., M.Hum. Senin (19/5).


Bripda LO diketahui menyerahkan diri ke Polda Papua pada Sabtu pagi (17/5), setelah menyadari tindakan melawan hukumnya telah terungkap. Berdasarkan pengakuannya, aksi penjualan amunisi ini telah ia lakukan sejak tahun 2017 dan sempat berlanjut pada 2021 sebelum akhirnya kembali dilakukan tahun ini.


PW kini diamankan di Polres Jayawijaya untuk pemeriksaan lanjutan, sedangkan Bripda LO resmi ditahan di Rutan Polda Papua. Keduanya dijerat UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata dan amunisi tanpa izin yang sah dengan ancaman hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 Tahun.


Sementara itu, Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, S.I.K., M.T., mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak terlibat atau membantu jaringan KKB dalam bentuk apa pun, termasuk penyediaan logistik senjata dan amunisi.


“Pemberian, penjualan, atau perantara amunisi kepada kelompok bersenjata bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keselamatan warga sipil di Papua. Kami minta masyarakat segera lapor jika mengetahui aktivitas mencurigakan terkait senpi dan amunisi,” ujar Kombes Yusuf.


Penindakan tegas ini merupakan wujud nyata komitmen Polri, khususnya Satgas Ops Damai Cartenz, dalam membersihkan jaringan distribusi senjata dan amunisi ilegal di Papua. Polri melalui Satgas Ops Damai Cartenz akan terus memperkuat pengawasan internal dan mempercepat penindakan terhadap siapa pun yang terlibat, demi menciptakan situasi kamtibmas yang aman, kondusif, dan bebas dari ancaman bersenjata.

"BPKN Diam Seribu KATA: Perlindungan Konsumen Tinggal Slogan"


JAKARTA – Di tengah hiruk pikuk kasus Mama Khas Banjar yang membuka tabir bobolnya implementasi UU Perlindungan Konsumen, satu lembaga justru terlihat paling tenang: Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Tenang, bahkan terlalu tenang.


Ketika jaksa mulai berubah arah. Ketika DPR dan Menteri UMKM mulai “menguliahkan” hukum soal empati. Ketika konsumen mulai bertanya, “Siapa yang lindungi kami?”

BPKN justru memilih menjadi penonton.


Tidak ada pernyataan keras. Tidak ada siaran pers. Tidak ada keprihatinan. Tidak juga pembelaan terhadap pasal-pasal yang selama ini mereka bawa ke seminar-seminar.


Ada apa dengan BPKN?

Apakah suara mereka hanya terdengar saat Hari Konsumen Nasional? Atau memang mereka sedang menunggu aba-aba dari politikus sebelum berpendapat?


Padahal kasus ini adalah inti dari mandat mereka: pelanggaran hak konsumen atas produk yang tidak memenuhi standar. Tapi tampaknya, selama pelakunya UMKM dan dibela penguasa, maka hak konsumen bisa ditawar—dan BPKN bisa memilih diam, demi kenyamanan.


Sungguh, jika diam adalah kebijakan, maka BPKN patut diberi penghargaan atas konsistensinya. Konsumen kecewa? Tidak masalah. Yang penting tenang, tidak menyinggung siapa-siapa, dan tetap relevan di presentasi PowerPoint kementerian.


Publik tentu berharap perlindungan tidak berhenti di slogan. Tapi nyatanya, dalam kasus ini, lembaga yang seharusnya jadi benteng konsumen justru absen dari medan.


Dan akhirnya, perlindungan konsumen tinggal nama,

sementara pelanggaran dilegalkan lewat "narasi rakyat kecil".

Terima kasih BPKN, karena sudah membuktikan bahwa kadang, diam itu bukan emas—tapi bentuk pengabaian.



---

Minggu, 18 Mei 2025

Sosok Abdullah Al Qasemi, Tokoh Islam yang Belok Jadi Atheis

 

Abdullah Al-Qasemi, seorang penulis dan tokoh intelektual abad ke-20 asal Arab Saudi, menjadi sosok paling kontroversial di dunia Arab. Pernah dikenal sebagai tokoh intelektual Muslim, Al-Qasemi lalu berbalik arah menjadi atheis.


Perjalanan hidup Abdullah Al Qasemi bermula pada 1907 di Buraydah, Arab Saudi. Sejak lahir, dia selalu diberi nilai-nilai pendidikan agama Islam. Sang Ayah diketahui sangat rutin memberi pelajaran Islam ke Qasemi sejak masih dini. Qasemi pun tak kuasa menolak dan hanya bisa manut karena masih kecil.


Seiring waktu, Qasemi tumbuh sebagai anak yang religius dan cerdas. Dia suka mempelajari ilmu hadis, hukum Islam, serta bahasa dan sastra Arab. Bahkan, kecerdasannya berhasil membawa Qasemi berkuliah di kampus Islam bergengsi, yaitu Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.


Saat berkuliah, dia mulai dikenal sebagai tokoh intelektual yang menawarkan gagasan baru soal pola pikir bangsa Arab. Mengutip Al Arabiya, Qasemi sempat mendorong negara-negara Arab mengedepankan unsur rasional agar terbebas dari pemikiran mitologis.


Selain itu, dia juga membela gerakan Salafi. Pembelaan ini dituangkan dalam berbagai karya dan orasi ilmiah. Sebagai catatan, menurut situs Britannica, gerakan Salafi adalah gerakan Islam yang berusaha meniru praktik al-salaf al-salih atau para pendahulu yang saleh. Pendahulu yang dimaksud merujuk pada generasi awal umat Islam selama dan setelah masa hidup Nabi Muhammad.


Atas dasar ini, penganut Salafi, termasuk Qasemi, berpegang teguh pada Al-Qur'an, hadis, dan konsesus ulama. Mereka menolak bid'ah dan mendukung penerapan syariat Islam. Meski demikian, dukungan Qasemi terhadap Salafi membuat pihak kampus geram. Alhasil, pada 1931 dia dikeluarkan dari Al-Azhar.


Perubahan Pemikiran Qasemi


Setelah tak lagi jadi mahasiswa, pemikiran Qasemi seketika berubah. Dari semula anak religius berkat orang tua, pendukung Salafi garis keras, kemudian beralih jadi orang yang meninggalkan kewajiban agama Islam.


Puncaknya, dia memantapkan diri sebagai ateis atau tidak mengakui adanya Tuhan.


Keputusan menjadi ateis ini membuat heran banyak orang. Apalagi, dibarengi juga oleh terbitnya karya-karya baru. Salah satu yang kontroversial adalah The Lie to See God Beautiful.


Lewat buku itu, dia mempertanyakan rasionalitas dan dogma agama yang selama ini dianut masyarakat. Atas dasar ini, Qasemi jadi hujatan banyak orang dan musuh masyarakat. Perlahan, Buku-buku dan karya lainnya yang mengkritik agama dilarang banyak negara Timur Tengah.


Banyak juga pihak yang memintanya dihukum mati karena upayanya itu. Bahkan, masih mengutip Al Arabiya, pada 1954 pemerintah Mesir memberlakukan "persona non grata" atau pengusiran kepada Qasemi imbas pemikirannya meluas. Pemerintah tak ingin ada Qasemi lain bermunculan.


Selain itu, dirinya pun berulangkali jadi sasaran pembunuhan, baik itu saat berada di Mesir atau di tempat pengasingan, Lebanon. Hingga akhirnya, upaya penyebaran ajaran liberalisme dan tentangan agama berhenti pada 9 Januari 1996 karena kanker.

Polwan Polda Kalsel Ukir Prestasi dalam Ajang "Antangin Bromo KOM 2025"


Antangin Bromo KOM adalah signature event Mainsepeda yang setiap tahun diikuti oleh ribuan peserta, dari dalam maupun luar negeri. ”Naik Hajinya Pesepeda” demikian sebutan para cyclist tanah air untuk Antangin Bromo KOM 2025.


Event bersepeda menanjak ini dilaksanakan pada hari Sabtu (17/5/2025) diikuti oleh goweser Polda Kalsel yang dipimpin oleh Direktur Resnarkoba Polda Kalsel Kombes Pol Kelana Jaya, S.I.K., M.H.


Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Adam Erwindi, S.I.K., M.H. mengatakan Dir Resnarkoba Polda Kalsel beserta personel Polda Kalsel dan ribuan goweser memulai Start dari Polda Jawa Timur melewati rute flat dari Kota Pahlawan menuju Pasuruan yang menjadi pitstop. Dari Pasuruan, para goweser menuju rute menanjak sampai finish di puncak Wonokitri.


Total para peserta menempuh perjalanan 100 km dengan rute menanjak hampir 2.000 meter.


Dalam ajang ini personel Polda Kalsel atas nama Bripda Yunia Angelly Syahdat berhasil meraih podium 1 kategori Queen of Montain Women TNI-POLRI.


Atas capaian tersebut, Kapolda Kalsel Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan, S.I.K., S.H., M.H. memberikan apresiasi tinggi kepada goweser Polda Kalsel khususnya Bripda Yunia atas prestasi gemilangnya meraih posisi pertama dalam kategori Queen of Mountain Women TNI-POLRI pada ajang Antangin Bromo KOM.


"Capaian ini tidak hanya mengharumkan nama Polda Kalsel, tetapi juga membuktikan bahwa personel Polri mampu berprestasi di bidang olahraga," terang Kapolda Kalsel melalui Kabid Humas.


Kapolda Kalsel menyampaikan kebanggaannya atas pencapaian Bripda Yunia. "Ini adalah bukti bahwa personel Polri tidak hanya unggul dalam pengabdian kepada masyarakat, tetapi juga memiliki talenta di berbagai bidang, termasuk olahraga. Semoga prestasi ini memotivasi rekan-rekan lain untuk terus berprestasi," ujarnya.  


Beliau juga berharap agar Bripda Yunia dan goweser Polda Kalsel dapat mempertahankan konsistensi dan meraih lebih banyak prestasi di masa mendatang.


Keberhasilan Bripda Yunia di Gowes Antangin Broko KOM 2025 menjadi inspirasi dan menjadi motivasi bagi personel Polri, khususnya di Kalimantan Selatan, untuk terus berkomitmen dalam meraih prestasi di tengah tugas pengabdian kepada masyarakat.

Jumat, 16 Mei 2025

Akademisi ulm: Penanganan kasus toko mama khas banjar sudah sesuai


 Banjarbaru - Kasus yang menyeret Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yakni toko Mama Khas Banjar menyita perhatian akademisi dan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Kasus itu dianggap telah sesuai dengan regulasi yang ada.

Akademisi FISIP ULM, Paturrahman Kurnain menyebut langkah polisi dalam merespons keluhan dan kekhawatiran masyarakat sudah benar. Yang mana itu merepresentasikan tugas dan fungsi Polri yang sesungguhnya.

"Salah satu fungsi dan tanggung jawab negara untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat," ujar Paturrahman Kamis(15/5/2025)

Menurutnya, langkah yang diambil telah sesuai dengan regulasi yang ada. Sebab sebelum adanya tindakan dari kepolisian, dinas terkait juga sudah menegur toko tersebut. Namun, teguran itu seolah tak diindahkan hingga akhirnya dilakukan tindakan tegas.

"Sehingga apa yang dilakukan pihak kepolisian telah sesuai dengan fungsinya. Meskipun tentu hal ini tidak bisa diterima begitu saja oleh sebagian pihak, namun fungsi kepolisian telah berjalan sesuai koridor dan kaidah peraturan dan perundang-undangan yang berlaku," katanya

Ia menyebut jika pihak kepolisian tidak mengambil langkah, justru menyalahi aturan. Sebab, sudah tidak ada langkah dari pelaku usaha untuk membenahi dan melengkapi ketentuan yang ada.

Pakar Hukum ULM Prof Hadin Muhjad menyebut perlu adanya hukum yang bersifat preventif dan represif. Terlebih jika ada bukti dan temuan, maka wajib kiranya kepolisian untuk mengusut hal itu.

"Karena pembinaan UMKM itu sebenarnya tanggung jawab pemerintah, sedangkan aparat penegak hukum tidak bisa melakukan pembinaan. Selanjutnya, dalam konteks kepastian hukum, kepolisian itu jika melakukan kekeliruan kan bisa dilakukan praperadilan," sebut Hadin.

Jika saat ini polisi berupaya untuk melepaskan tersangka, maka khawatirnya akan ada persepsi permainan antara pelaku usaha dan pihak kepolisian. Tak bisa dipungkiri akan ada dugaan yang muncul dari masyarakat, yang menduga kepolisian bermain culas.

"Itulah realita masyarakat kita saat ini. Suka atau tidak suka seperti itu," terangnya.

Sementara itu, sekelompok mahasiswa dari fakultas FISIP, Hukum dan FKIP turut menanggapi hal itu. Di antaranya Mahathir dan Deni yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum, Roy dari FISIP, dan Dayat dari FKIP.

Menurut Mahathir dan Deni, jika pelaku usaha telah menjalankan usaha sesuai ketentuan dan regulasi yang ada, maka tak perlu khawatir dengan kasus yang tengah bergulir ini. Sebab, adanya aturan dan ketentuan itu bertujuan membuat masyarakat lebih tertata.

Kemudian, Roy beranggapan minimnya sosialisasi kepada UMKM membuat kasus tersebut bisa terjadi. Masifnya sosialisasi mengenai standar operasional prosedur (SOP) menjadi persoalan kompleks yang harus dibenahi.

Sementara itu, Dayat menginginkan kasus tersebut menjadi pembelajaran bersama. Sehingga ada kolaborasi antara instansi terkait dan para pelaku UMKM terkait mekanisme dan ketentuan dalam menjalankan usaha



Antara Tegas dan Membina: Jalan Tengah Penegakan UU Perlindungan Konsumen bagi UMKM

              (Akhmad Ryan Firmansyah, S.H.) 

                             (Praktisi Hukum) 

Saya menyambut positif langkah tegas Ditreskrimsus Polda Kalsel yang menahan pemilik Toko Mama Khas Banjar karena produk olahannya tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa ini bukan sekadar pertunjukan kewenangan, melainkan bentuk nyata perlindungan konsumen dari risiko kesehatan yang dapat terjadi apabila batas konsumsi diabaikan.


Menurut saya, sidang yang dihadiri langsung oleh Menteri UMKM pada 14 Mei 2025 memperlihatkan bahwa aparat dan pembuat kebijakan bersinergi untuk menegakkan aturan tanpa pandang bulu sebuah sinyal kuat bahwa keselamatan publik menjadi prioritas utama.


 Saya percaya, kehadiran negara dalam menindak pelanggaran UU Perlindungan Konsumen ini juga berfungsi sebagai “wake up call” bagi seluruh pelaku UMKM agar lebih serius memahami dan mematuhi regulasi yang ada 

Namun sebagai bagian dari sistem peradilan, saya percaya hakim harus bebas dari tekanan baik politik, media, maupun opini publik semu agar dapat memutus perkara secara adil dan objektif. Prinsip independensi kekuasaan kehakiman dijamin oleh Pasal 24A UUD 1945 dan diatur lebih lanjut dalam UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, memastikan hakim merdeka dalam menilai bukti dan menerapkan hukum tanpa intervensi. Oleh karena itu, kehadiran Menteri UMKM sebagai amicus curiae hendaknya tidak mengganggu independensi majelis hakim dalam menjatuhkan putusan akhir. 


Proses Hukum bukan lah kriminalisasi melainkan adaalah penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran perlindungan konsumen.

Di sisi lain, saya memahami beratnya beban yang ditanggung Mama Khas Banjar hingga harus menutup tokonya sejak 1 Mei 2025. Namun, saya yakin bahwa ketegasan Polda Kalsel sangat perlu untuk menciptakan efek jera tanpa efek jera tersebut, produk pangan tanpa label kedaluwarsa bisa saja merajalela, mengorbankan kepercayaan dan keselamatan konsumen.

Ketika aparat menegakkan Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf g UU No. 8/1999 seperti penahanan 35 produk sebagai barang bukti itu menunjukkan konsistensi penerapan hukum agar tidak ada pelanggaran yang luput dari pengawasan 

Saya juga mengapresiasi pernyataan Kapolda Kalsel bahwa penegakan ini bukan untuk mematikan UMKM, melainkan untuk memastikan produk mereka aman dikonsumsi masyarakat luas. upaya Polda Kalsel dalam melakukan patrol reguler dan konferensi pers sebagai cara efektif menyebarkan kewaspadaan dan meningkatkan kesadaran UMKM tentang kewajiban label kedaluwarsa 

Lebih jauh, saya mendorong Polda Kalsel dan BPOM untuk memperkuat kolaborasi melalui workshop PMR bersama di Banjarmasin, menyediakan pelatihan lapangan tentang cara mencetak label sesuai standar, serta membuka layanan konsultasi teknis di kecamatan-kecamatan rawan pelanggaran. 

Opini pribadi saya, kombinasi “tegak”-nya penegakan hukum dan “hangat”-nya pembinaan teknis itulah yang paling efektif: konsumen terlindungi, UMKM mendapat ruang untuk belajar, dan fondasi ekonomi lokal tetap terjaga kokoh. 


Dengan semangat pembinaan sambil menegakkan hukum, saya yakin pelaku UMKM di Kalimantan Selatan dan di seluruh Indonesia akan semakin melek regulasi dan makin bertanggung jawab melindungi konsumennya.

Rabu, 14 Mei 2025

Meneelah Kata Kriminalisasi, Begini Penjelasan Pakar Hukum


BANJARBARU - Belakangan ini, kata Kriminalisasi jadi perbincangan hangat di masyarakat. Kata ini, sering kali ditampilkan dalam pemberitaan Mama Khas Banjar. Salah satu toko Ikan Asin terkenal di Banjarbaru. 

Owner Mama Khas Banjar, Firly Norachim diduga dikriminalisasi. Dagangan-nya berupa seafood hingga sirup disita Direktorat Reserse Khusus (Dirkrimsus) Polda Kalsel. 

Lantas, bagaimana penafsiran kata "kriminalisasi" ? Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM, Daddy Fahmanadie mempaparkan. 

Daddy menjelaskan, kriminalisasi dapat diartikan proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. 

"Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana," kata Daddy pada Selasa (11/3/2025). 

Dalam suatu artikel yang dipelajari Daddy, kriminalisasi berasal dari kata kriminal yang memiliki arti jahat. 

"Jadi kriminalisasi adalah membuat suatu proses yang tadinya tidak jahat menjadi jahat dan bisa dihukum pidana," tuturnya. 

Framing kriminalisasi yang belakangan ini beken di Sosial Media, kata Daddy merupakan bentuk pemahaman yang keliru. Mengingat, proses kriminalisasi ada di level undang-undang dan legislasi. 

Penggunaan diksi kriminalisasi yang keliru, ujar  Daddy dapat menjadikan masyarakat melakukan opinisi publik yang berlebihan. 

"Semestinya hal ini perlu disadari. Kita melihat istilah perlu dilihat dulu apakah istilah hukum ini dapat memberikan penilaian hukum atas peristiwa tertentu. Jika menurut saya, kriminalisasi merupakan istilah hukum yang bertautan dengan lapangan ilmu kriminalogi dalam hukum pidana," paparnya. 

Selain diksi kriminalisasi, ada istilah lain yang kerap familiar. Seperti _over kriminalisasi_ dan _de kriminalisasi_ 

Masing-masing istilah tersebut, jelas Daddy memiliki makna berbeda. _Over Kriminalisasi_ merupakan banyaknya pengaturan pidana/Sanski dalam beberapa undang-undang yang bertautan. 

Sementara _de_ kriminalisasi adalah kebalikan dari kriminalisasi. Yakni suatu perbuatan yang semula merupakan perbuatan pidana menjadi tidak pidana. 

"Jadi menurut tinjauan kami jangan lah asal melakukan pernyataan jika tidak maka akan salah kaprah," tegas Daddy. 

"Hal ini tentu hanya akan memberikan penilaian subjektif pada seseorang atau suatu lembaga tertentu. Bahwa kemudian berdasar di masyarakat istilah ini diprespepsikan sebenarnya ditunjukkan pada suatu peristiwa yang merupakan peristiwa yang direkayasa atau rekayasa kasus," tutupnya.

Penegakkan Hukum: Mematikan atau Memajukan UMKM?


Siti Mauliana Hairini, S.IP., M.A

(Akademisi FISIP ULM)

Polemik penegakkan UU Perlindungan Konsumen terhadap pengusaha lokal “Mama Khas Banjar” yang berawal dari pelaporan konsumen ke Polda Kalsel pada 6 Desember 2024 menjadi isu yang semakin kompleks bahkan meluas seolah menjadi teror bagi UMKM di Bumi Lambung Mangkurat. Selama ini berbagai pandangan yang menyatakan bahwa penegakkan hukum yang lemah dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, nampaknya tidak berlaku pada kasus yang menjadi viral sejak akhir tahun 2024 ini. Pasca suaminya yaitu Firly Norachim ditangkap oleh kepolisian serta ditahan pihak kejaksaan, istrinya pun mulai membagikan cerita di postingan media sosial akun bisnisnya bersama suami. Pada awalnya, dirinya menuliskan bahwa ingin membagikan pengalamannya agar menjadi pembelajaran bagi para pelaku usaha lainnya. Konten-konten yang menceritakan betapa terkejutnya dirinya ketika menjadi pihak yang harus berhadapan dengan mekanisme hukum dan berbagai institusi hukum lainnya. Reaksi publik juga tidak kalah terkejutnya dengan postingan dari media sosial pemilik toko. Hal ini dapat dilihat dari, mayoritas komentar netizen menyatakan hal ini terkesan mengada-ada karena tidak pernah terdengar produk panganan tradisional khas daerah menjadi pelaku pelanggaran hukum akibat tidak adanya informasi kadaluwarsa pada produk. Gesekan perspektif antara penegakkan hukum dengan praktik para pedagang lokal yang termasuk ke dalam kategori UMKM semakin tidak terbendung. Sehingga, tulisan ini pada dasarnya ingin berkontribusi dalam menguraikan analisis resiko dan potensi dari pergulatan penegakkan hukum aturan versus UMKM yang dalam hal ini direpresentasikan oleh toko “Mama Khas Banjar”.

Dalam berbagai opini banyak yang menyayangkan pemidanaan kepada pemilik toko yang menjual berbagai makanan yang merupakan hasil olahan maupun hasil laut dari para produsen dan nelayan lokal. Toko ini pun telah menjadi wadah maupun wajah yang merepresentasikan berbagai jajanan serta panganan khas masyarakat Banjar. Tidak heran, setiap harinya didatangi pengunjung yang tidak hanya berdomisili Kota Banjarbaru namun juga dari berbagai daerah lainnya, dengan tujuan untuk membeli bermacam-macam pilihan ikan asin, hasil laut yang sudah dibekukan, sirup, serta jajanan khas Banjar. Sayangnya, setelah 5 (lima) tahun mereka memulai usaha hingga menjadi salah satu pedagang besar, tidak diiringi dengan pembinaan yang mumpuni serta kesadaran hukum yang tanpa disadari akan selalu mengikat para pengusaha sebagai bentuk tanggung jawab atas hak mereka untuk berusaha. Hal ini hanya lah salah satu contoh kasus dari massifnya pengabaian akan aturan yang mengatur hubungan antara pelaku usaha yang mencari keuntungan dengan pihak konsumen yang juga tidak boleh dirugikan. 

Tidak jarang, label informasi tanggal produksi hanya dipandang sebagai sebuah modernisasi yang tidak cocok dengan gaya produksi tradisional pada pelaku usaha lokal, maka tidak heran ada banyak komentar publik yang mencoba menormalisasikan bahkan membela produk lokal yang tidak memiliki informasi bagi para konsumen. Bahkan, sebagian narasi publik yang telah beredar seolah turut mendukung stagnansi peningkatan kualitas produk lokal daerahnya sendiri. Tentu hal ini menjadi momok yang sudah lama menjerat pihak para UMKM lokal dan pihak konsumen, sehingga antara kedua belah pihak justru terbelenggu pada hubungan praktik ekonomi yang saling merugikan. Hal ini telah dinyatakan oleh kepala kantor Wilayah Ditjen perbendaharaan Kalsel pada 27 Desember tahun 2024 bahwa, “pelaku UMKM di Kalimantan Selatan kerap mengalami hambatan dalam memperluas pasar, merancang strategi pemasaran yang efektif, dan melakukan promosi”. Dan bagi konsumen, kerugian sepihak dalam membeli produk makanan tradisional adalah sebuah keniscayaan yang harus diterima begitu saja. 

Pemerintah daerah sebagai aktor utama yang memiliki kewenangan dalam melakukan pembinaan dan pendampingan bagi UMKM dinilai tidak secara komprehensif dalam memberikan pendampingan. Disatu sisi, berbagai upaya memperkuat UMKM melalui digitalisasi, pelatihan keterampilan, maupun fasilitasi perizinan yang menjadi fokus utama hadirnya negara dalam meningkatkan kualitas UMKM, ternyata juga relatif tidak maksimal dalam mendorong aspek peningkatan pengemasan produk UMKM. Karena dalam konteks ini, produk yang berkualitas dan memenuhi standar bukan hanya semata soal desain yang menarik, namun informasi setiap komposisi dan tanggal kadaluarsa seharusnya juga menjadi perhatian serius bagi para pengusaha produk makanan. Sebab adanya pencatuman informasi produk, merupakan salah satu tanggung jawab para pelaku usaha produk makanan terhadap konsumen-konsumennya. Namun ironisnya, hal ini menjadi topik yang justru tidak banyak diperbincangkan oleh publik dan seolah tenggelam dari banyak percakapan tentang pembinaan UMKM. Apalagi kondisi ini berkelindan erat dengan minimnya kesadaran publik mengenai hak-hak nya sebagai konsumen, terutama produk olahan panganan tradisional. 

Polemik kasus “Mama Khas Banjar” tentu tidak lah sesederhana yang kita bayangkan, atau dianggap hanyalah persoalan mengenai ketidaktahuan seorang pengusaha lokal akan aturan dan hukum yang berlaku, namun hal ini merupakan konstruksi sosial yang telah lama dipupuk dan diwariskan secara terus menerus hingga saat ini. Tentu dibutuhkan langkah strategis dan komprehensif dari pihak pemerintah, komitmen dan keseriusan pelaku usaha untuk dibina, serta kesadaran masyarakat dalam melindungi hak-haknya sebagai warga negara.

Apalagi berjalannya kasus ini telah terlanjur berkembang ke arah yang lebih luas, dan masuk ke ranah politik (dalam arti luas) yang mana akhirnya menyita perhatian pemerintah pusat dan DPR RI. Audiensi para anggota DPRD Kota Banjarbaru  dengan Komisi VII DPR RI turut memaksa Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu Maman Abdurrahman untuk pergi  bertandang ke Kalimantan Selatan sebagai sahabat pengadilan atau Amicus Curiae dalam persidangan Firly pemilik toko. Tentu hal ini menjadi lecutan bagi seluruh pihak terkait, bahwa menata kelola UMKM bukan hanya persoalan strategi ekonomi dan pasar melainkan ada budaya, kearifan, serta hukum aturan yang mengikatnya. Kehadiran Menteri tentunya diharapkan tidak hanya menuntaskan permasalahan yang dihadapi oleh satu UMKM saja namun juga dapat membenahi persoalan secara sistemik dan strategik, termasuk peran penting bagi pemerintah daerah yang memiliki kewenangan terhadap pembinaan para pelaku UMKM. 

Langkah Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan yang menjadi ujung tombak dalam penanganan pelanggaran aturan yang dilakukan oleh toko “Mama Khas Banjar”, dinilai terlalu agresif bahkan dalam berbagai opini dijadikan sebagai aktor antagonis utama di berbagai pemberitaan publik. Berbagai tuduhan diarahkan kepada aparat bahkan ada yang mengibaratkan seperti “lalat mencari kudis” yang maknanya suka mencari-cari keburukan dan kesalahan orang lain. Meskipun pihak kepolisian telah menyatakan semuanya telah sesuai prosedur, dalam beberapa pemberitaan telah dipaparkan bahwa setelah terdapat laporan dari pihak konsumen yang diterima oleh Polda Kalsel secara langsung dan atas dasar itu dilakukan penyelidikan dan ditemukan 35 produk sebagai barang bukti yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/konsumsi produk. Pihak penyidik menyatakan secara normatif telah berpegangan pada Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf g dan/atau huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi bahwa “pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, …. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar)”.

Namun jika mengingat betapa kompleksnya pengembangan bisnis bagi UMKM yang menjual produk lokal di Kalimantan Selatan, maka langkah kepolisian untuk secara tegas memberlakukan aturan seolah menjadi guncangan besar terhadap tradisi masyarakat, pemerintah daerah serta UMKM yang berjualan panganan tradisional itu sendiri. Penegakkan hukum dalam melawan kemapanan tradisi yang telah lama berlangsung, seakan membuka kotak pandora yang selama ini dipraktikan untuk menghambat langkah-langkah progresif menuju modernisasi dan peningkatan kualitas jual beli produk panganan tradisional. Seperti kotak pandora, semua penyakit, permasalahan, amarah dan hal buruk lainnya keluar secara massif, seolah dunia akan hancur dirundung masalah. Namun ternyata dipenghujung cerita,  justru dibagian terdasar dari kotak pandora itulah,  tersembul harapan yang juga ikut keluar dan segera menyapu segala kesakitan, amarah dan hal-hal buruk lainnya. Tentu harapan dalam konteks ini lah yang seharusnya kita jadikan kekuatan positif, yang mampu menghadirkan babak baru bagi para pelaku UMKM lokal di Kalimantan Selatan untuk berbenah, agar mampu bersaing dipasar yang lebih luas hingga menembus pasar internasional. Meskipun tulisan ini harus berbeda pendapat dengan narasi publik, namun satu hal yang sangat penting dalam sudut pandang ini bahwa tindakan yang dilakukan Polda dapat dilihat sebagai sebuah hikmah sekaligus langkah kemajuan dalam mengurai benang kusut hubungan antara konsumen dan produsen/UMKM lokal di Kalimantan Selatan. Dalam sudut pandang yang lebih optimistik, mari kita lihat persoalan ini sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas UMKM lokal, sekaligus meningkatkan kesadaran konsumen terhadap hak-hak mereka. Karena pada dasarnya, “Mama Khas Banjar” hanyalah contoh kecil dari dilema resistensi sosial kita dalam menangkap perkembangan jaman.

FMPKB MEMINTA DPRD KOTA BANJAR BARU MENDUKUNG PENEGAKAN HUKUM TOKO MAMA KHAS BANJAR SEADIL ADILNYA.


Forum Masyarakat Peduli Konsumen Banua (FMPKB) yang diketuai Ahmad Husaini beserta 200 orang menggelar aksi damai di depan gedung DPRD Banjarbaru, Rabu (14/5/2025).

“Kasus ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Banjarbaru. Masyarakat seharusnya menghormati proses hukum. Jika sudah ditetapkan tersangka, tentu ada bukti,” katanya.

Dalam aksi damai Husaini meminta Majelis hakim memutus perkara sesuai fakta hukum dan tidak ada penggiringan opini yang terkesan melemahkan dalam penegakan hukum. 

“Kami mendukung UMKM maju di wilayah Kalsel dan mendorong masyarakat agar menghormati penegakan hukum dan sidang yang sedang bergulir, itu saja,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua DPRD Banjarbaru Gusti Rizky menyatakan, keinginan yang disampaikan massa aksi adalah meredam isu yang beredar di masyarakat.

“Artinya biarlah nanti pengadilan memutuskan,” lanjutnya.

Ia berharap, keputusan Pengadilan menjadi keputusan yang terbaik bagi seluruh pihak, sehingga tidak merugikan siapapun.

“Ke depannya ini juga menjadi menjadi pembelajaran agar DPRD bersama dinas terkait melakukan pengembangan bagi UMKM yang ada di Banjarbaru,” harapnya.

Generasi Muda NU Ajak Sampaikan Pendapat dengan Menjunjung Akhlakul Karimah

 

Generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Anuriah Kaliwining, Ubaidilah Amin, mengajak seluruh generasi muda Indonesia untuk terus menjaga etika dan nilai-nilai keislaman dalam menyampaikan pendapat di ruang publik. Menurutnya, meskipun Indonesia menjamin kebebasan berpendapat sebagai negara demokrasi, penyampaian aspirasi harus tetap berlandaskan budaya dan akhlak mulia.

"Kita hidup di negara demokrasi. Kebebasan berpendapat dilindungi oleh undang-undang. Akan tetapi, sudah sewajarnya disampaikan dengan kalimat, kata, maupun perilaku yang sesuai dengan budaya Nahdliyin kita, menjunjung tinggi akhlakul karimah," ujar Ubaidilah, Selasa (13/5).

Ia mengutip Al-Qur'an untuk menegaskan pentingnya menyampaikan pendapat dengan cara yang santun dan penuh hikmah.

"Sebagaimana agama kami mengajarkan dalam Al-Qur’an: Ud'u ila sabili rabbika bil hikmah wal mau'idlatil hasanah – ajaklah mereka ke jalan Tuhan dengan hikmah dan nasihat yang baik," tambahnya.

Ubaidilah menilai, penyampaian aspirasi secara santun justru akan memperkuat posisi masyarakat dalam memperjuangkan demokrasi yang beradab.

"Saya yakin, dengan seperti itu masyarakat luas akan semakin menghargai kita sebagai negara demokrasi yang berakhlakul karimah," tegasnya.

Ia juga mengingatkan agar generasi muda tidak terpengaruh budaya luar yang cenderung bebas tanpa batas dan mengesampingkan norma.

"Kita jangan ikut-ikut dengan budaya asing yang menyampaikan pendapat dengan sesuka hati. Kita punya norma," pesan Ubaidilah.

Di akhir penyampaiannya, Ubaidilah mendoakan agar generasi muda tetap diberi petunjuk dalam setiap langkah perjuangannya.

"Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq. Semoga Allah membimbing kita di jalan yang lurus," tutupnya.

Guru Besar FH UB Tekankan Pentingnya Patuhi Aturan dalam Menyampaikan Pendapat di Muka Umum


Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Inyoman Ujjaya, menegaskan bahwa kebebasan berpendapat di muka umum merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi oleh Undang-Undang. Namun demikian, hak tersebut tetap harus dijalankan dengan mentaati aturan yang berlaku agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi ketertiban umum.


Dalam pernyataannya, Prof. Inyoman menyoroti pentingnya memahami substansi dan batasan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Undang-undang ini mengatur berbagai hal sebagai satu sistem norma yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dalam penyampaian pendapat di muka umum," jelasnya, Selasa (13/5).

Ia menjelaskan bahwa dalam undang-undang tersebut juga diatur secara tegas mengenai larangan-larangan dan ketentuan sanksi apabila penyampaian pendapat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Yang harus dilakukan adalah mentaati peraturan perundang-undangan. Tidak boleh dilakukan di lingkungan Istana Kepresidenan, instalasi militer, rumah sakit, tempat ibadah, dan media publik. Juga tidak dilakukan pada hari-hari besar dan libur nasional," terangnya.

Prof. Inyoman juga menekankan bahwa larangan tersebut bukan untuk membatasi hak, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga ketertiban umum melalui pengawalan aparat kepolisian.

"Tujuannya adalah agar aparat negara bisa mendampingi, mengawal, dan menjaga ketertibannya. Karena aksi kelompok dalam penyampaian pendapat berpotensi menimbulkan arah anarkis yang justru melanggar hukum," tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa tindakan anarkis dalam unjuk rasa atau demonstrasi dapat dikenakan sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

"Ada sanksi yang harus dikenakan bagi siapa pun yang melakukan tindakan anarkis. Dan itu menjadi bagian penting dari pemahaman terhadap UU Nomor 9 Tahun 1998," kata Prof. Inyoman.

Ia berharap pernyataannya dapat membangun kesadaran hukum di tengah masyarakat, terutama dalam menggunakan hak konstitusional secara bertanggung jawab.

"Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ini bisa membangun kepahaman bersama tentang Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998," pungkasnya.

Puluhan Jendral TNI AL di mutasi Panglima TNI

  JAKARTA - Sebanyak 20 perwira tinggi (Pati) TNI Angkatan Laut (AL) yang menyandang pangkat bintang satu atau Laksamana Pertama (Laksma) TN...